18 Mei 2019
Haid, Nifas dan Ramadhan
Ramadhan 1440H sudah masuk hari ke 13. Di sepuluh hari ke dua amalan semakin semangat. Tetapi jika muslimah tiba saat haid, bagaimana dengan semangat ibadah yang menggebu itu.
Begitulah sebagian para muslimah mengalami, setiap haid di bulan Ramadhan.
Ada hadits dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.”
(HR. Bukhari, no. 2996)
Jika disimak, hadits tersebut memang diperuntukkan untuk hamba yang sakit dan safar.
Mengenai hadits ini para ulama berbeda pendapat apa bisa juga diterapkan pada muslimah yang haid atau mengalami nifas sehingga mereka tidak bisa menunaikan beberapa kewajiban mereka, apakah Allah pun akan memberikan pahala kepada mereka walau mereka tidak bisa mengerjakan sebagian kewajibannya. Sebagian berpendapat mereka tetap mendapatkan pahala, sebagian berpendapat tidak. Imam Nawawi telah membawakan 2 pendapat ini dalam kitab Al Minhaj. Namun yang nampak lebih kuat adalah bahwa mereka mendapatkan pahalanya –dengan izin Allah-.
Pahala yang didapatkan mereka tergantung dengan kebiasaan mereka. Apabila muslimah tersebut orang yang banyak shalat, banyak berpuasa, banyak istighfar, banyak berdoa, maka dituliskan bagi dia pahala seperti kebiasaan dia sebelumnya. Maka pahala yang dituliskan akan berbeda-beda pada setiap muslimah.
Dalam hadits ini pun terdapat isyarat bahwa apabila seseorang tidak bisa mengerjakan sebuah kewajiban yang bukan disebabkan karena keinginannya dan dia mengerjakan rukhsah yang Allah berikan maka Allah kan mencatat pahalanya dengan sempurna, baik untuk muslimah atau untuk muslim.
Ketika haid, seorang muslimah meninggalkan shalat atau puasanya karena perintah Allah, maka meninggalkan sebagian ibadah ini juga merupakan bentuk ibadah sehingga dia pun tetap mendapatkan pahala.
Namun sebagian orang mempermasalahkan hal ini dengan hadits kurangnya agama seorang wanita, kemudian ketika ditanyakan maksudnya, Rasulullah menjawab
قَالَ: أَلَيْسَتْ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ
“Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa?”, jawab beliau. (HR. Bukhari no. 1462 dan Muslim no. 79)
Maka maksud hadits ini adalah, bahwa seseorang itu akan sempurna apabila dia orang yang bisa mengerjakan ibadah secara utuh dan tidak menjadi orang yang punya alasan untuk tidak melaksanakan ibadah. Maka orang yang memiliki kewajiban untuk menjalankan ibadah dan dia menjalankannya, tentunya berbeda dengan seseorang yang tidak bisa menjalankannya karena alasan yang dibenarkan walaupun tetap dituliskan baginya pahala.
Oleh karenanya kita katakan, apabila seseorang beribadah maka dia kan mendapatkan tambahan keimanan dan merasakan lezatnya beribadah. Berbeda dengan orang yang tetap mendapatkan pahalanya namun dia tidak bisa melaksanakan ibadah tersebut, dia tidak mendapatkan tambahan keimanan dan lezatnya beribadah, maka inilah perbedaan antara amalan muslim yang tidak memiliki alasan untuk tidak beribadah (karena haid atau nifas –pent) dengan amalan muslimah yang ada alasan untuk meninggalkan sebagian ibadah.
Berbahagialah wahai Muslimah, 'Amal kebaikan kan terus dicatat.
Saat tak dapat beribadah seperti biasanya, karena masa haidmu, nifasmu, hamil dan menyusui yang Allah anugerah kan hanya untukmu wahai Muslimah
Semangat Ramadhan Mubarak 💞
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar